KURIKULUM 1984



A. Kurikulum 1984

Kurikulum 1984 TK, SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA/SMALB, SPG/LB dan SMK baik yang setingkat dengan tingkat SMP maupun yang setingkat dengan tingkat SMA. Perbaikan terhadap kurikulum mencakup:
1.      Peninjauan kembali secara menyeluruh kurikulum yang berlaku melalui pendekatan pengembangan dengan bertitik tolak pada:
a)      Pilihan kemampuan dasar, baik pengetahuan maupun keterampilan yang perlu dikuasai dalam pembentukan kemampuan dan watak peserta didik.
b)      Keterpaduan dan keserasian antara matra kognitif, afektif dan psikomotorik.
c)      Penyesuaian tujuan dan struktur kurikulum dengan perkembangan masyarakat, pembangunan, ilmu pegetahuan dan teknologi.
2.      Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa sebagai bidang/program yang berdiri sendiri, dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan Sekolah Menengah Tingkat Atas, termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
3.      Pengadaan program studi baru yang merupakan usaha memenuhi kebutuhan perkembangan di lapangan kerja. Salah satu prinsip pengembangan kurikulum 1984 adalah prinsip dekonsentrasi yang mempunyai arti adanya pembagian kewenangan dalam pengembangan kurikulum antara Pusat dan Daerah. Kewenangan daerah dalam hal ini terutama terletak pada pengembangan keterampilan yang sesuai dengan perkembangan budaya masyarakat dan lapangan kerja di daerah. Untuk maksud ini maka Staf Bidang Dikdas dan Dikmenum, Kanwil Depdikbud memerlukan koordinasi/kerjasama dengan Kantor Depdikbud tingkat Kabupatan dan atau Tingkat Kecamatan, Instansi lain yang terkait, misalnya Kanwil Depnaker, KADIN, dan Perusahaan, Pemerintah Daerah antara lain Gubernur, Walikota/Bupati, khususnya BAPPEDA.

Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksudkan dengan perangkat kurikulum 1984 adalah :
1)      Landasan, Program, dan Pengembangan
2)      Garis-Garis Besar Program Pengajaran
3)      Pedoman-pedoman Pelaksanaan Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut :
1.      Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
2.      Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik.
3.      Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
4.      Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
5.      Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
6.      Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. 
Kurikulum ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi Humanistik, yang memandang anak didik sebagai individu yang dapat dan mau aktif mencari sendiri, menjelajah dan meneliti lingkungannya. Oleh sebab itu kurikulum 1984 menggunakan pendekatan proses, disamping tetap menggunakan orientasi pada tujuan.
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan  proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
Setelah berjalan selama lebih kurang sepuluh tahun, implementasi kurikulum tahun 1984 terasa terlalu membebani guru dan murid mengingat jumlah materi yang terlalu banyak jika dibandingkan dengan waktu yang tersedia.
Pengembangan Kurikulum 1984 perlu berpedoman pada azas-azas (1) berdasarkan Pancasila, Undang-Undang 1945 dan GBHN, (2) Keluwesan dengan mempertimbangkan baik tuntutan kebutuhan peserta didik pada umumnya maupun kebutuhan peserta didik secara individu sesuai dengan minat dan bakatnya, serta kebutuhan lingkungan, (3) Pendekatan Pengembangan yang berarti bahwa pengembangan kurikulum dilakukan secara bertahap dan terus menerus.yaitu dengan jalan melakukan penilaian terhadap pelaksanaan dan hasil-hasil yang telah dicapai untuk maksud perbaikan/pemantapan dan pengembangan lebih lanjut, dan (4) Peran serta daerah dimana daerah berwewenang menjabarkan lebih lanjut materi program keterampilan dan khususnya program B untuk Sekolah Menengah Atas. Kurikulum 1984 dilaksanakan secara bertahap mulai dari kelas I pada tahun ajaran 1984/1985, kelas I dan kelas II pada tahun ajaran 1985/1986, dan seterusnya.

HAKIKAT CBSA
Keaktifasn dalam rangka CBSA menunjuk kepada keaktifan mental, meskipun untuk mencapai maksud ini dalam hal di persyaratkan keterlibatan langsung dalam perlbagai bentuk keaktifan fisik. Salah satu cara untuk meninjau derajat ke CSBSA-an di dalam peristiwa belajar mengajar adalah dengan menkonsepsikan rentangan antara dua kutub gaya mengajar. McKeachie mengemukakakn tujuh dimensi di dalam proses belajar mengajar,yang didalamnya dapat terjadi variasi kadar ke CBSA-san. Adapun dimensi-dimensi yang dimaksud adalah :
1. Partisipasi siswa di dalam menteapkan tujuan kegiatan belajar mengajar
2. Tekanan pada aspek afektif dalam pengajaran.
3. Partispasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
4. Penerimaan (acceptance) guru terhadap perbuatan atau kontribusi siswa yang kurang relevan atau bahkan sama sekali salah.
5. Kekohesifan kelas sebagai kelompok.
6. Kebebasan atau lebih tepat kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan -keputusan penting dalam kehidupan sekolah.
7. Jumlah waktu yang dipergunakan untuk menanggulangi masalah pribadi siswa baik aatau tidak maupun yang berhubungan dengan pelajaran(Hasibuan, 1995:9)

IMPLIKASI CBSA BAGI SISTEM PENYAMPAIAN
Pokok-pokok pikiran yang dikemukakan dalam bagian-bagian terdahulu menyarankan implikasi perubahan perencanaan dan pelaksanaan penyajian kegiatan belajar mengajar yang cukup mendasar. Pengalaman belajar yang diberikan kepada calon guru atau instruktor hendaknya jangan memisahkan komponen akademik dengan komponen profesional, jangan diceraikan teori dan praktek.Disamping itu faktor guru sendiri (filosofinya, ketrampilannya, serta faktor-faktor kepribadian lainnya) serta faktor-faktor eksternal seperti tersedianya fasilitas dan besarnya kelas, ikut pula menentukan pilihan cara penyampaian. Salah satu kemungkinan strategi pengkajian ke CBSA-an suatu kegiatan belajar mengajar sudah barang tentu sekaligus implisit termasuk pengkajian keserasian dengan tujuan yang mau dicapai melalui kegiatan yang dimaksud, dilukiskan dalam diagram. Akhirnya filosofi guru agaknya patut memperoleh sorotan khusus, CBSA bertolak darri anggapan bahwa siswa memiliki ptensi tersebut hanya dapat diwujudkan apabila mereka diberi babnyak kesempatan untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu maka cara memandang dan menyikapi tugas guru harus berorientasikan bukan lagi sebagai sang mahatahu yang siap untuk memebri kebijaksanaan (Hasibuan, 1995:10)

B.  Kurikulum 1984 di SLB
Tahun 1984 pemerintah mencanangkan gerakan wajib belajar enam tahun, yang berarti bahwa semua anak usia sekolah harus menyelesaikan pendidikan minimal sampai dengan tingkat SD: Untuk menuntaskannya, berbagai langkah telah ditempuh, misalnya pendirian sekolahsekolah baru, gerakan Kejar Paket A, sekolah kecil, sekolah terbuka, dsb.
Gerakan wajar 6 tahun ini ternyata mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan PLB di tanah air. Anak luar biasa tidak mungkin tertampung di SLB-SLB yang telah ada. Kecuali jumlahnya masih sangat terbatas, letaknyapun sebagian besar berada di kota-kota besar, sedangkan hampir semua pengelolanya adalah yayasan swasta. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa langkah penting telah diambil, antara lain:
Diperkenalkannya bentuk layanan pendidikan yang baru, yaitu sekolah dasar luar biasa (SDLB). Berbeda dengan SLB, SDLB menyelenggarakan pendidikan dasar bagi tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan tunadaksa dalam satu sekolah. Dengan dana proyek Inpres, pada tahun 1984 didirikan sebanyak 200 buah SDLB pada 200 kabupaten/kotamadya yang belum mempunyai SLB sama sekali.
Diresmikannya beberapa sekolah umum untuk dapat juga menerima ALB, terutama penyandang tuna netra dengan potensi akademik normal. Sekolah ini kemudian disebut sekolah terpadu.
Didirikannya SLB Pembina di berbagai daerah di Indonesia. Seperti dijelaskan sebelumnya, hampir semua SLB yang ada adalah sekolah swasta. Kecuali menjadi sekolah model bagi SLB-SLB swasta di sekitarnya dalam hal penyelenggaraan pendidikan. SLB Pembina merupakan sekolah negeri yang didirikan untuk tujuan penelitian, pelatihan, dan pendidikan dalam bidang PLB.
Dari data ini terlihat bahwa tidak banyak perubahan dalam layanan PLB di Indonesia. Pertama, jenis kecacatan yang dilayani masih tetap sarna, yaitu hanya anak-anak tunanetra, tunarungu-wicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan tuna ganda. Belum pernah ada pemikiran untuk juga menyediakan layanan khusus bagi anak-anak lambat belajar dan berkesulitan belajar di sekolah-sekolah biasa. Kedua, bentuk layanan masih cenderung segregatif. Meskipun ada upaya mengintegrasikan anak tuna netra di sekolah biasa, perkembangannya ternyata tidak menggembirakan.

ANALISIS
Kurikulum yang terus berubah bertujuan untuk memperbaiki dan memperbaharui dalam proses penyemburnaan kurikulum yang sebelumnya agar sesuai dengan tantangan masa depan yang terus maju. Kurikulum 1984 merupakan hasil penyempurnaan dari kurikulum 1975. Secara umum, isi dari kurikulum 1984 mengarah pada orientasi pelajaran yang  menekankan pada keseimbangan antara kognitif, ketrampilan, sikap, antara teori dan praktik, menunjang akan tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran. Kualifikasi lulusan lebih jelas dan terarah pada lapangan pekerjaan tertentu. Mengandung unsur peningkatan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Orientasi kurikulum pada pendekatan bidang studi program yang terbagi menjadi 2 program yang dilaksanakan oleh SMA yakni program A program-program yang disesuaikan dengan kepentingan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi dan program B program yang disesuaikan dengan bidang-bidang kehidupan di masyarakat (ketrampilan). Pada program B untuk SMA dimaksudkan untuk memberikan bekal dasar ketrampilan, tetapi bagi SMK program-program yang ada di program B akan didapat secara mendalam.
Metode pembelajaran menggunakan konsep CBSA atau dengan kata lain siswa menjadi subjek dalam pembelajaran karena siswa diberikan kesempatan untuk aktif secara fisik, mental, intelektual dan emosional. Kurikulum didesain menggunakan prinsip efisiensi dan efektivitas, relevansi dengan kebutuhan, keluwesan dan pendidikan seumur hidup (Abdullah, 2007: 34-37).l Selain itu pelaksanaan kurikulum diikuti dengan berlakunya wajib belajar 6 tahun.
Secara umum karakteristik dari metode CBSA menurut Ade (2010); Radicks (2012) diantaranya mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Proses belajar mengajar memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya dilakukan secara efektif dan efesien.
Selain itu, pendekatan CBSA menitikberatkan pada keaktifan siswa yang merupakan inti dari kegiatan belajar yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti mendengarkan, berdiskusi dan sebagainya. Pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran sesuai dengan tingkat dan jenjang pendidikan. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif
Setiap kurikulum tentu memiliki kelebihan dan kekurangan . Kelebihan yang dimiliki akan tetap dipertahankan, sedangkan kekurangan yang ada akan diperbaiki dan disempurnakan. Kelebihan dan kekurngan kurikulum 1984 menurut Masliana; Radicks (2012) adalah sebagai berikut. Kelebihan kurikulum tahun 1984:
1.      Kurikulum ini memuat materi dan metode yang disebut secara rinci, sehingga guru dan siswa mudah untuk melaksanakannya.
2.      Keterlibatan siswa di dalam kegiatan- kegiatan belajar yang telah berlangsung yang ditunjukkan dengan peningkatan diri dalam melaksanakan tugas dan keberanian mengemukakan pendapat dalam diskusi kelas
3.      Anak dapat belajar dari pengalaman langsung.
4.      Kualitas interaksi antara siswa sangt tinggi, baik intelektual maupun sosial.
Sedangkan kelemahan yang dimiliki kurikulum 1984 adalah sebagai berikut:
1.      Banyak sekolah yang mensalahtafsirkan metode CBSA. Mereka beranggapan diskusi yang dilakukan menjadikan suasana gaduh di ruang kelas.
2.      Guru dan siswa mengalami ketergantungan pada materi dalam suatu buku teks dan metode yang disebut secara rinci, sehingga membentuk guru dan siswa tidak kreatif untuk menentukan metode yang tepat dan memiliki sumber belajar sangat terbatas.
3.      Proses pembelajaran hanya didominasi oleh seorang atau sejumlah siswa sehingga dia menolak pendapat peserta lain. Siswa yang pandai akan bertambah pandai sedangkan yang bodoh akan ketinggalan.
4.      Guru berperan sebagai fasilitator, sehingga prakarsa serta tanggung jawab siswa atau mahasiswa dalam kegiatan belajar sangat kurang. Selain itu, guru kurang komunikatif dengan siswa.
5.      Materi pelajaran tidak tuntas dikuasai siswa karena diperlukan waktu yang  banyak dalam pembelajaran


DAFTAR PUSTAKA
Ade Kafri Mandai. 2010. Perbedaan Kurikulum Tahun 1984 dan 1994. Diakss dari http://wwwmykurikulum.blogspot.com/, pada 5 Maret 2013
Masliana. 2012. Kelemahan dan Kelebihan Masing-masing Kurikulum 1975-2006. Diakses dari http://liana-masliana.blogspot.com/2, pada tanggal 5 maret 2013.
Abdullah Idi. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.
Radicks. 2012. Karakteristik, Kelebihan Dan Kekurangan Kurikulum Dari Tahun 1968 Sampai Tahun 2006. Diakses dari http://kupatkepot.blogspot.com, pada tanggal 5 Maret 2013.
Hasibuan. 1995. Proses belajar mengajar . Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

KODE ETIK GURU INDONESIA NOMER 1


Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila.
Oleh Suci Rahmawati 11103241020

Peran guru bukanlah sekedar mengajar, melainkan mendidik. Mendidik sangat berbeda dengan mengajar. Jika mengajar adalah hanya sekedar menyampaikan bahan ajar kepada peserta didik, tetapi kalau mendidik itu transfer nilai yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Jadi guru disini mempunyai peranan yang sangat penting termasuk kaitannya dalam membentuk kepribadian peserta didik. Seorang guru harus dapat membentuk pribadi yang positif pada anak. Pancasila merupakan pedoman nilai-nilai yang ada dalam masyarakat untuk mengarahkan seseorang bertingkah laku baik. Anak berkebutuhan khusus merupakan bagian dari masyarakat, sehingga mereka juga harus tumbuh dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Dilihat dari sila-sila yang ada di pancasila itu kesemuanya mengundang peran guru untuk dapat membimbing peserta didiknya agar mempunyai jiwa pancasila. Sila pertama yaitu ketuhanan yang maha esa, disini peran guru untuk membimbing peserta didiknya agar meyakini bahwa kekurangan yang diberikan Tuhan kepadanya semata-mata bentuk kecintaanNya. Oleh karena itu, guru wajib membimbing peserta didik untuk dapat selalu bersyukur terhadap apa yang diberikan kepadanya. Sila kedua berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab. Disini peran guru untuk mendidik anak agar mengerti arti penting kesopanan, keramahan, kebaikan dan kejujuran serta menanamkan tata krama dengan memberi suri tauladan yang baik. Hal ini penting dilakukan karena peserta didik nantinya juga akan kembali dalam masyarakat, hidup bersama didalam masyarakat yang tentunya mempunyai suatu aturan/etika tertentu yang wajib ditaati sehingga jika peserta didik sedari di sekolah sudah dibimbing untuk terbiasa menaati sebuah etika dan ditanamkan sebuah tata krama yang baik maka nanti jika dimasyarakat juga akan bertata krama baik sesuai dengan aturan yang ada dimasyarakat. Sila ketiga berbunyi persatuan Indonesia, berarti peran guru disini adalah untuk mendidik peserta didik agar mereka mempunyai konsep diri bahwa mereka hidup bersama ditengah masyarakat yang harus tetap dipertahankan keutuhannya walaupun masing-masing dari mereka mempunyai kelebihan dan kekurangan. Jika guru mampu membimbing peserta didiknya untuk mempunyai rasa persatuan maka minimal akan tumbuh rasa kekeluargaan di lingkungan sekolah sehingga akan tercipta lingkungan yang nyaman untuk menimba ilmu. Sila keempat berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan pancasila. Dalam sila ini mengandung makna bahwa guru berperan mendidik peserta didik untuk selalu bermusyawarah dalam menghadapi setiap masalah, berdiskusi setiap menemui persoalan baik itu kecil maupun besar agar dapat terselesaikan dengan benar, cepat dan tepat. Guru disini juga berperan menjembatani jika ada masalah diantara diri peserta didiknya. Guru membimbing, artinya mengarahkan peserta didik itu untuk memecahkan sebuah masalah. Sila kelima berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Disini peran guru adalah mendidik peserta didik untuk berlaku adil terhadap sesamanya sehingga tercipta masyarakat yang saling menghargai.
Sesuai dengan kode etik profesi guru yang pertama bahwa guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila maka aplikasinya dalam pendidikan luar biasa atau inklusi hampir sama dengan penerapannya di sekolah umum. Hanya saja, guru disini lebih berperan aktif karena jika peserta didiknya berkebutuhan khusus tentunya akan lebih menguji kesabaran guru tersebut. Dengan tantangan ini guru tetap berkewajiban untuk mendidik peserta didik berkebutuhan khusus itu untuk dapat mempunyai jiwa pancasila. Memberi contoh yang baik dan menegur serta memperbaiki tingkah laku peserta didik saat mereka salah menjadi salah satu tugas guru dalam rangka membimbingnya. Selain itu, karena peserta didiknya berkebutuhan khusus maka guru juga perlu melakukan proses asesmen untuk menggali informasi tentang peserta didik tersebut. Informasi yang diperoleh dari proses asesmen dijadikan dasar untuk memberikan penanganan terhadap peserta didik itu termasuk dalam pemberian layanan pendidikan dan terapi. Guru disini juga berperan untuk menciptakan rasa nyaman dan menumbuhkan rasa kepercayaan diri anak karena peserta didik yang dibimbing mempunyai kebutuhan khusus. Dengan berpedoman pada nilai-nilai pancasila diharapkan peserta didik dapat menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Artinya bahwa mereka memiliki etika yang bagus sehingga dapat menjunjung tinggi nilai kesopanan, kesantunan, kejujuran dan kebaikan. Jika kesemuanya itu ada maka tidak akan ada lagi masalah-masalah di Indonesia khususnya yang menyangkut krisis moral.

Permasalahan kode etik 1:
  1. Guru sekarang kebanyakan hanya mengajar, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa mengajar sangat berbeda dengan mendidik. Guru mengajar hanya melakukan transfer pengetahuan, jarang yang mengadakan umpan balik secara langsung sehingga menimbulkan siswa sekarang kurang aktif dalam kelas. Solusinya : guru harusnya tidak hanya melakukan transfer pengetahuan melainkan transfer nilai yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Guru harus bisa lebih komunikatif dengan siswa sehingga dapat menyesuaikan dengan kondisi siswa.
  1. Cara/metode guru dalam mendidik siswa seringkali monoton sehingga membosankan. Solusinya : guru seharusnya bisa lebih memahami gaya belajar siswa sehingga dapat disesuaikan antar gaya mendidik guru dan gaya belajar siswa. Guru bisa menyelingi permainan yang masih berhubungan dengan pembelajaran dalam kelas agar siswa tidak terlalu kaku/ tegang dalam belajar.
  1. Guru seringkali tidak menghidupkan suasana kelas, sehingga siswa merasa bosan, mengantuk, lapar dan tidak konsentrasi dalam belajar. Solusinya : guru harus bisa menghidupkan suasana kelas agar siswa tidak cepat merasa bosan dan memperhatikan apa yang disampaikan oleh gurunya tersebut. Seperti dengan membuat kelas lebih interaktif, siswa bertanya diberi reward. 

JENIS DAN PENANGANAN KONJUNGTIVITIS


Oleh Suci Rahmawati
11103241020 / PLB 4A


PENDAHULUAN
Mata merupakan organ yang penting dimiliki makhluk hidup termasuk manusia karena berfungsi untuk melihat. Konjungtiva merupakan bagian mata yaitu suatu lapisan yang melapisi palpebra (kelopak mata) bagian dalam dan sklera. Mata seringkali mengalami gangguan seperti konjungtivitis. Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva atau peradangan sebagian besar merupakan selaput lendir yang menutupi belakang kelopak mata dan bola mata (http://jurnal.usu.ac.id).
Menurut data rekam medis pasien di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Juni 2009 – April 2010 dengan sampel 102 orang, jumlah penderita konjungtivitis pada musim kemarau sebanyak 47 orang sedangkan pada musim hujan sebanyak 55 orang. Walaupun demikian tidak ada pengaruh yang signifikan antara musim terhadap angka kejadian konjungtivitis (http://publikasi.umy.ac.id).
Paparan sinar ultra violet dari cahaya elektroda pengelasan listrik juga dapat menimbulkan penyakit mata seperti konjungtivitis (http://eprints.undip.ac.id). Penyakit mata merupakan penyakit yang mudah menular, termasuk juga konjungtivitis. Konjungtivitis membuat penderitanya merasa tidak nyaman berkomunikasi dengan orang lain karena dikhawatirkan akan menulari. Semua orang dapat tertular konjungtivis, bahkan bayi yang baru lahir sekalipun. Konjungtivitis yang bisa ditularkan adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Penularan terjadi ketika seorang yang sehat bersentuhan dengan seorang penderita atau dengan benda yang baru disentuh oleh penderita tersebut. Penanganan pada penyakit mata seperti konjungtivitis ini harus segera dilakukan agar tidak berakibat pada gangguan penglihatan bahkan kebutaan. Oleh karena itu, kita harus memahami tentang penyakit konjungtivitis beserta penanganannya agar dapat memutus mata rantai dari penularannya.

PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Masyarakat pada umumnya mengenal konjungtivitis sebagai mata merah. Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut. Untuk menentukan seseorang mengalami konjungtivitis atau tidak, maka perlu diidentifikasi apakah mata merahnya disebabkan perdarahan subkonjungtiva atau pelebaran pembuluh darah.
Konjungtivitis adalah kondisi dimana dijumpai injeksi konjungtiva dan hiperemi konjungtiva tarsal. Jika hanya terdapat injeksi konjungtiva dan tidak ada hiperemi konjungtiva tarsal maka itu bukanlah konjungtivitis, melainkan suatu iritasi konjungtiva bulbi antara lain oleh sebab kelelahan mata, iritasi angin atau asap dan kurang tidur. Konjungtivitis  dapat disebabkan bakteri seperti konjungtivitis gonokok, virus, klamida, alergi toksik dan molluscum contagiosum  (Ilyas, 2008: 121).

B.     Tanda-tanda Konjungtivitis
Ada beberapa tanda konjungtivitis yang secara umum dapat kita lihat sebagai acuan untuk membedakannya dengan penyakit mata lainnya, antara lain:
  1. Adanya papil, yaitu seperti batu kerikil yang biasanya tampak pada bagian tarsus superior.
  2. Adanya folikel, berupa tonjolan lesi gelatinosa oval dengan diameter sekitar 1mm. Biasanya ditemukan pada konjungtiva tarsal bawah, tepi tarsal atas atau pada limbus. Keadaan seperti ini disebut folikel, disebabkan infeksi virus dan klamida.
  3. Adanya injeksi konjungtiva yaitu pelebaran arteri konjungtiva posterior.
  4. Adanya perdarahan subkonjungtiva, seringkali berwarna merah terang karena teroksigenisasi penuh oleh udara sekeliling melalui konjungtiva.



C.     Jenis dan Penanganan
Ada beberapa jenis konjungtivitis yang penanganannya tentu berbeda. Berikut adalah jenis-jenis konjungtivitis beserta cara penanganannya yaitu :
  1. Konjungtivitis kataral
Pada konjungtivitis kataral terjadi infeksi konjungtiva dan hipermi konjungtiva tarsal. Terkadang juga terdapat secret berupa serus, mucus atau mukopurulen. Konjungtivitis disebabkan virus misal morbili, bahan kimia basa atau lainnya seperti Herpes zoster oftalmik. Untuk penanganan konjungtivitis kataral bisa dilakukan pengobatan tergantung penyebabnya. Jika penyebabnya adalah bakteri, maka diberi antibiotic seperti tetrasiklin, kloromisitin, sulfasetamid. Jika penyebabnya adalah virus, maka diberi obat antivirus seperti I.D.U untuk infeksi herpes simplek. Bila banyak secret bersihkan dulu sebelum diberi obat.
  1. Konjungtivitis purulen, mukoporulen
Konjungtivitis jenis ini terjadi pada siapa saja baik orang dewasa, anak-anak maupun bayi. Pada orang dewasa disebabkan infeksi gonokok. Jika pada bayi, penyebabnya karena infeksi yang timbul saat melewati jalan lahir (uretritis gonore ibunya). Oleh karena itu, seringkali bayi yang baru lahir di tetesi obat mata atau salep antibiotika untuk mematikan bakteri yang dapat menimbulkan infeksi pada konjungtiva. Terdapat sekret mukopurulen yang sering dianggap sebagai secret purulen. Mata selalu dibersihkan dari secret sebelum pengobatan. Kalau dalam satu atau dua hari tidak tampak perbaikan maka perlu dipikirkan adanya resistensi kuman terhadap penisilin. Sebagai ganti dapat diberikan tetrasiklin, garamisin atau kemisitin zalf mata.
  1. Konjungtivitis Membran
Pada konjungtivitis membran ditandai adanya membran/selaput berupa massa putih pada konjungtiva tarsal dan terkadang juga menutupi konjungtiva bulbi. Konjungtivitis membran dapat disebabkan oleh infeksi streptokok hemolitik dan infeksi difteria. Untuk menangani konjungtivitis membran perlu diperiksa membrannya untuk mencari penyebab infeksi. Jika penyebabnya infeksi streptokok B. hemolitik, maka diberikan antibiotic sensitive. Jika infeksi dipteria maka diberi salep mata penisilin.
  1. Konjungtivitis folikular
Konjungtivitis folikular adalah peradangan konjungtiva yang disertai pembentukan folikel. Folikel dianggap sebagai suatu reaksi adenoid pada konjungtiva akibat berbagai rangsangan seperti bakteri, virus dan bahan-bahan kimia. Kelainan ini biasanya disertai sekresi mata yang bertambah. Trakoma termasuk dalam konjungtiva folikular yang disebabkan oleh Chlamidia trachromatis. Trakoma merupakan penyebab infektif kebutaan tersering di dunia meski tidak sering terjadi di negara maju (James, 2006: 65). Penanganannya berupa pemberian salep mata derivat tetrasiklin atau sulfonamide oral.
  1. Konjungtivitis vernal
Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren terutama pada musim panas. Pada pemeriksaan didapatkan konjungtivitis dengan tanda khas adanya cabble stone di konjungtiva tersalis superior dan konjungtiva tarsal inferior. Gambaran yang mirip dengan konjungtivitis vernal dapat dijumpai pada pemakaian lensa kontak lembut. Untuk penanganan dapat diberi pengobatan kortikosteroid tetes atau salep mata. Apabila terdapat ulkus kornea, maka pemberian kortikosteroid merupakan kontra indikasi. Ulkus diobati dengan pemberian antibiotic dan untuk menekan peradangan sebaiknya diberikan obat-obatan anti radang non steroid.
  1. Konjungtivitis flikten
Konjungtivitis flikten disebabkan oleh alergi (hipersensitivitas tipe IV) terhadap tuberkuloprotein, stafilokok, limfogranuloma venereal, leismaniasis, infeksi parasit dan infeksi ditempat lain didalam tubuh. Penyakit ini dapat mengenai dua mata, tetapi dapat pula mengenai satu mata dan sifatnya sering kambuh. Apabila flikten timbul pada kornea dan sering kambuh, maka dapat berakibat gangguan penglihatan. Apabila peradangannya berat, maka dapat terjadi lakrimasi yang terus-menerus sampai berakibat eksema kulit. Keluhan lain adalah silau dan rasa seperti berpasir. Untuk penanganannya perlu dilakukan pengobatan seperti pemberian obat tetes mata atau salep mata kortikosteroid local.

D.    Pencegahan
Ada beberapa upaya pencegahan untuk menangani kasus konjungtivitis, antara lain:
  1. Sebaiknya sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita konjungtivitis harus mencuci tangannya bersih-bersih agar tidak menulari orang lain.
  2. Sebaiknya tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit.
  3. Sebaiknya tidak menggunakan handuk atau lap bersama dengan orang lain.
  4. Sebaiknya menggunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
  5. Sebaiknya mengganti sarung bantal dan handuk yang kotor dengan yang bersih setiap hari.
  6. Sebaiknya menghindari penggunaan bantal, handuk dan saputangan bersama.
  7. Sebaiknya tangan tidak memegang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan menghindari mengucek-ngucek mata.
  8. Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissu atau sejenisnya setelah membersihkan kotoran mata.

PENUTUP
Konjungtivitis merupakan salah satu jenis penyakit mata yang perlu kita waspadai. Hal ini karena konjungtivitis mudah menular terutama yang disebabkan karena bakteri dan virus. Konjungtivitis dapat berakibat pada gangguan penglihatan yang hebat bahkan mengakibatkan kebutaan jika tidak segera ditangani. Ada beberapa jenis konjungtivitis, yaitu konjungtivitis kataral, konjungtivitis purulen dan mukopurulen, konjungtivitis membran, konjungtivitis folikular termasuk trakoma, konjungtivitis vernal dan konjungtivitis flikten. Penanganan yang tepat terhadap suatu jenis konjungtivitis akan berarti agar penderitanya cepat dapat kembali bersosialisasi dengan orang lain. Ada baiknya mencegah dari pada mengobati. Dengan mengetahui beberapa hal yang dapat menulari penyakit konjungtivitis maka kita dapat mengantisipasi hal-hal tersebut dan terhindar dari penyakit konjungtivitis ini.

DAFTAR PUSTAKA
Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia.  2002. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: CV.Sagung Seto.

Bruce, James dkk. 2006. Oftalmologi. Jakarta: Erlangga.

Sidarta, Ilyas. 2008. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Rizqi Arrizal dan Yunani S. “Pengaruh Musim Hujan dan Musim Kemarau Terhadap Angka Kejadian Konjungtivitis di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta” diakses melalui http://publikasi.umy.ac.id/index.php/pend-dokter/article/view/3997/3331 pada 27 Maret 2013 pukul 09.30.

Pujiyanti, Aryani. 2004. Faktor-faktor yang berhubungan dengan konjungtivitis pada pekerja pengelasan listrik di bengkel radas jaya Semarang” diakses melalui http://eprints.undip.ac.id/8114/ pada 1 April 2013 pukul 11.00.

Fivit Y Hutagalung, Hiswani dan Jemadi. 2013. “Karakteristik Penderita Konjungtivitis Rawat Jalan Di RSUD DR Pirngadi Medan Tahun 2011” diakses melalui http://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/view/1187 pada 1 April 2013 pukul 11.00.